Tugas Makalah
M.Perburuhan
\
NAMA : Dede Hermawan
NPM : 0102000014
Dosen : Prapto Hadi. SH.MM
STRATEGI KEBIJAKAN MANAJEMEN GAJI DAN UPAH
Hal yang paling mendasar bagi
kemajuan sebuah organisasi adalah kemampuan memotivasi karyawan agar mampu mencapai
performa yang maksimal dalam bekerja, salah satu unsur penting dalam memotivasi
karyawan adalah pemberian gaji atau upah, layaknya manusia yang lain, motivasi
seseorang dalam bekerja tentu saja berasal dari dorongan agar mampu menjadikan
dirinya lebih baik dari sebelumnya, mampu mengapresiasikan dan mencurahkan
segala kemampuan terbaiknya untuk kemajuan organisasasinya sehingga muncul
timbal balik yang sesuai dari organisasi berupa kompensasi. Di indonesia
membicarakan gaji adalah hal tabu bagi pegawai dan majikan, mindset negatif
demikian sudah menjadi tradisi yang mengakar tetapi justru dengan pembicaraan
jumlah kompensasi yang diterima manajer mampu memperhitungkan kompetensi
seorang calon pegawai baru, Berbagai kasus yang terjadi mengungkapkan bahwa
hampir 90% pertentangan industrial antara majikan dan pekerja adalah jumlah
besaran upah atau gaji yang diterima, berdasarkan fakta inilah yang kemudian
menginspirasi berbagai penulis, pemerhati SDM serta manajer untuk mengkaji
secara spesifik permasalahan gaji dan upah tersebut.
Menurut Edwin B.Hippo, Kompensasi
merupakan harga untuk jasa jasa yang telah diberikan seseorang kepada orang
lain. pengertian lain diterjemahkan oleh Prof.Dr.F.J.H.M Vander van adalah
tujuan obyektif dari harga ekonomis, pakar manajemen SDM yang lain, Prof. Imam
Soepomo, S.H berpendapat bahwa pembayaran yang diterima buruh selama ia
melakukan pekerjaan atau dipandang melakukan pekerjaan dalam arti lain
merupakan jaminan keseluruhan yang ditetapkan sebagai pengganti jasa yang telah
dikeluarkan oleh tenaga kerja melauli masa atau syarat syarat tertentu
(Purwono, 1987 : 25), pengertian yang hampir sama juga diungkapkan oleh undang
undang kecelakaan tahun 1947 nomor 33 pasal 7 ayat a dan b, mengenai upah yaitu
meliputi pembayaran berupa uang yang diterima oleh buruh sebagai ganti
pekerjaan dan biaya lain dengan Cuma-Cuma yang nilainya ditaksir menurut harga
umum di tempat itu (Soeprihanto, 1987 : 26), hemat saya, kompensasi merupakan
segala bentuk apresiasi yang ditunjukan kepada karyawan dalam bentuk finansial
maupun non finansial atas ganti biaya produksi tenaga kerja.
Lebih jauh kompensasi harus
mampu meliputi keadilan internal dan keadilan eksternal, keadilan internal
adalah keadilan yang sesui dengan tugas dan tanggung jawab dalam pekerjaan
masing-masing, karyawan dengan tugas mengoperasikan mesin tentu memiliki
kemungkinan yang lebih besar untuk terjadi kecelakaan di tempat kerja sehingga
ia layak mendapatkan tunjangan asuransi yang lebih besar daripada karyawan
lainnya, kedua adalah keadilan eksternal berupa gaji yang sesuai jika
dibandingkan dengan perusahaan yang lain, sebagian besar manajer SDM
menghabiskan 70% waktunya membandingkan tingkat upah satu perusahaan dengan
perusahaan yang lain dalam tahap awalk perekrutan karyawan baru.
Dilihat dari bentuknya, kompensasi
dapt berwujud gaji, bonus, upah, insentif dan tunjangan. Bila kita perhatikan
secara lebih teliti, kompensasi bersifat kompetitif, mengapa dikatakan demikian
pemberian kompensasi perusahaan terhadap pegawainya dapat menjadi sangat
berpengaruh terhadap kinerja pegawai jika diberikan sesuai dengan tingkat dan
tanggung jawab jabatan yang ia emban, semakin besar resiko seseorang menanggung
jabatan tertentu, semakin besar pula jumlah kompensasi yang harus dibayarkan oleh
perusahaan kepada pegawai yang bersangkutan, perusahaan tidak harus menaikan
jumlah slip gaji yang ditetapkan tiap bulannya, banyak cara yang bisa dilakukan
oleh para manajer untuk memotivasi pegawaianya agar tetap pada performa puncak
(Peak Performance) misalkan dengan pemberian bonus tambahan, insentif
atau tunjangan kepada pegawainya.
Tujuan Kompensasi
Pengembangan organisasi modern yang
berkelanjutan memerlukan sumber daya manusia yang produktif, begitupula dengan
kemampuan organisasi untuk mensejahterakan karyawan berkesesuaian dengan tujuan
kompensasi diantaranya agar menarik pegawai yang berkualitas, mempertahankan
pegawai yang memiliki tingkat performa memuaskan, memotivasi kinerja pegawai
yang lain, membangun komitmen penuh dalam pengembangan organisasi,
mengalokasikan secara efisien sumber daya manusia khususnya angkatan kerja
(Wibowo 2007:160), mendorong stabilisasi pertumbuhan ekonomi pada umumnya
serta hal yang terpenting adalah mendorong peningkatan pengetahuan dan
keterampilan karyawan dalam rangka meningkatkan kompetensi organisasi dalam
lingkungan bisnis yang semakin kompetiif (Armstrong dan Murlis : 1998 : 75).
Dipandang dari berbagai sudut,
ekpetansi karyawan terhadap sejumlah gaji yang ditawarkan memiliki hubungan
positif terhadap motivasi perilaku kinerja di perusahaan, yang perlu
dipertimbangkan dalam manajemen pengupahan dan kinerja secara khusus
menitikberatkan pada 3 hal
·
Efektivitas
uang sebagai motivator
·
Alasan
mengapa orang bisa dipuaskan atau tidak dipuakan dengan imbalan
·
Kriteria
yang digunakan untuk mengembangkan kompensasi karyawan
Uang dan Motivasi
Beberapa
dekade terakhir ini, hubungan uang terhadap motivasi karyawan adalah pemicu
utama perdebatan panjang tentang keefektifan uang sebagai motivator utama dalam
bekerja, secara garis besar pendekatan tersebut diklasifikasikan
menjadi 4 pandangan utama.
·
Pendekatan ‘Manusia
Ekonomi’
·
Model dua
faktor Herzberg
·
Teori
Instrumental
·
Teori
Persamaan
Pendekatan ‘Manusia Ekonomi’
Menurut pandangan ini, pendekatan ini mengasumsikan bahwa orang akan terdorong
untuk bekerja jika imbalan dan penalti langsung dikaitkan dengan hasil yang
dicapai. Pendekatan demikian masih digunakan secara luas dan dalam beberapa
keadaan, memang dianggap berhasil. Kegagalan pendekataan seperti ini lebih
dikarenakan ketidakmampuan organisasi untuk memahami kenyataan bahwa sistem
kontrol resmi bisa sangat dipengaruhi oleh hubungan informal diantara para
karyawan (Werther dan Davis, 1996 : 389)
Model dua faktor Herzberg
Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh herzberg terhadap 200 teknisi dan akuntan
diungkapkan bahwa uang bisa disebut sebagai ‘faktor higenis’, ia menganggap
gaji atau upah lebih berfungsi sebagai pencegah penyakit bukan untuk
meningkatkan kesehatan, tetapi dampaknya terhadap ketidakpuasan bersifat jangka
panjang sampai beberapa bulan. Tetapi penelitian lain yang dilakukan oleh
Opshal dan Dunnette menyatakan hal yang bersebrangan, sehingga model dua faktor
tidak mampu memberikan pijakan dasar terhadap kebijakan penggajian. (Siagian,
2006 : 290)
Teori Instrumental
Teori ini
menyatakan bahwa uang hanyalah sarana pencapaian tujuan, dan dipengaruhi secara
langsung oleh dua faktor yaitu : pertama, kuatnya kebutuhan dan kedua, tingkat
keyakinan orang tersebut bahwa perilakunya akan menghasilkan uang. Teori ini
pertama kali dikenalkan oleh Gellerman dan menyebutkan bahwa uang memiliki
nilai tersendiri bagi orang yang berbeda, di waktu yang berbeda, kompetensi
yang berbeda serta lingkungan yang berbeda. Dia menggarisbawahi kekuatan uang
yang begitu ampuh untuk kepuasan semua kebutuhan dasar, namun efektivitas uang
sebagai motivator tergantung pada sejumlah keadaan, termasuk nilai dan
preferensi yang dianut oleh individu terhadap berbagai jenis imbalan finansial
maupun nonfinansial. (Suryadi, 1999 : 5)
Teori Persamaan
Teori
persamaan dikembangkan oleh adams, berpendapat bahwa gaji atau imbalan
merupakan rasio yang sebanding terhadap apa yang dicurahkan pada pekerjaannya,
teori ini sangat berkaitan dengan teori ketidaksesuaian (Discrepency Theory)
yang, seperti dinyatakan harus memiliki prinsip rasa adil bagi setiap karyawan
atas tingkat pekerjaan dan kapasitas individu dalam mengerjakannya. (Werther
dan Davis, 1996 : 392)
Kesimpulan pengupahan sebagai motivator karyawan
Uang berperan sagat penting dalam kehidupan sehari hari, uang tidak hanya
difungsikan sebagai alat jual beli maupun perdagangan saja, tetapi melingkupi
sarana untuk mengungkapkan rasa terima kasih terhadap seseorang selama
berprestasi di tempat kerjanya.
Adapun gaji adalah penyambung utama organisasi agar mampu merekrut karyawan
yang berkualitas, walaupun faktor yang lebih menentukan adalah peluang karier
dan reputasi organisasi yangh dituju. Gaji dan uang sangat bisa memotivasi
karyawan apabila dilakukan secara adil, gaji bisa memperkuat perilaku kinerja,
tetapi jika penggunaan yang tidak tepat maka akan berakibat pada tingkat
performa pegawai yang bersangkutan, disamping peran pengupahan dalam memotivasi
karyawan, perusahaan harus menghadapi tantangan sistem penggajian yang semakin
modern dan kompetitif diantaranya adalah tingkat gaji yang lazim, kekuatan
serikat buruh, katalisator pemerintah, kebijakan strategi penggajian, faktor
perdagangan internasional dan biaya produktivitas tenaga kerja.
Reaksi Pengusaha Atas Kenaikan Upah Minimum Tinggi
Kenaikan tinggi Upah Minimum Provinsi memunculkan
dilema yang tinggi bagi perusahaan, di satu sisi kepatuhan terhadap regulasi
adalah sesuatu yang diwajibkan oleh pemerintah, namun di sisi yang lain adalah
persoalan 'labor cost' yang dirasakan menjadi berat terutama untuk
industri-industri padat karya dan mempunyai skala bisnis kecil – menengah.
Dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, mensyaratkan bahwa pengusaha dilarang membayar upah lebih
rendah dari Upah Minimum. Bagi pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum
dapat melakukan penangguhan. Hal ini sebagaimana diatur dalam Kepmenakertrans No:
KEP. 231 /MEN/2003 Tentang Tata Cara Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum.
Beberapa implikasi yang muncul akibat dari kenaikan
upah minimum ini adalah sebagai berikut:
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan
Wanandi menegaskan 90 perusahaan yang sudah memastikan bakal merelokasi pabrik
dari Jakarta dan sekitarnya ke Jawa Timur dan Jawa Tengah. Alasan utama dari
relokasi ini, kata Sofjan, adalah permasalahan Upah Minimum Provinsi yang naik
hingga 40% di DKI jakarta dan sekitarnya, sedangkan upah di Jatim dan
Jateng masih sekitar Rp. 1.000.000. Sofjan mengungkapkan, para pengusaha ini
akan menyelesaikan prosesnya dalam waktu 9 bulan karena mereka membutuhkan
waktu untuk melakukan training kepada karyawannya dan juga menyiapkan pesangon
bagi karyawan yang ada di Jakarta.
Selain itu, Sofjan juga mengungkapkan, akan ada
sekitar 4-5 pabrik dari luar negeri di bidang garmen dan tekstil yang akan
merelokasi ke negara tetangga seperti Bangladesh, Vietnam, dan Korea. Ada juga
salah satu perusahaan elektronik yang bakal hengkang ke Malaysia.
Daftar Pustaka
Gary Dessler, Manajemen Sumber
Daya Manusia, terj. (Jakarta : Prenhalindo, 1998), hlm.95.
William B.Werther, jr dan Keith
Davis, Human Resource and personnel management (New York : McGraw-Hill, 1993)
Lawler, E (1998) “Pay per
Performance : Making It Work” Personnel, October
Daniels, C.Aubrey, Maximum
Performance (Jakarta : Gramedia, 2005)
Soeprihantoro, John. Manajemen
Personalia (Yogyakarta : BPFE, 1987)
Herzberg, F., Mauser, B., dan
Synderman, B., The Motivation To Work (New York : John Willey & Son,
Inc, 1959)
Wibowo, Manajemen Kinerja
(Yogyakarta : Rajawali Press, 2007)
Siagian, Sondang. Manajemen
Sumber Daya Manusia (Jakarta : Bumi Aksara, 2006)
Prawirosentono, Suryadi. Kebijakan
Kinerja Karyawan :Kiat Membangun Organisasi Kompetitif Menjelang Perdagangan
Bebas Dunia (Yogyakarta : BPFE, 1999)